
Judul Rahasia Bisnis Orang Asia Terkaya di Dunia
Penulis Zia Permata Buana
Penerbit Hikmah (Kelompok MIZAN), Bandung
Cetakan I Juli 2007
Tebal x + 124 halaman
Penulis Zia Permata Buana
Penerbit Hikmah (Kelompok MIZAN), Bandung
Cetakan I Juli 2007
Tebal x + 124 halaman
Namun siapa sangka, setengah abad setelah kelahirannya, ia menetap di Kensington Palace Garden, kawasan super mewah di London. Menempati rumah seharga Rp1,2 triliun, bertetangga dengan Sultan Hasanah Bolkiah dari Brunei dan Raja Fahd dari Arab Saudi. Majalah Forbes menobatkannya sebagai orang terkaya ketiga sedunia, dengan kekayaan 25 miliar dollar AS, atau ekuivalen dengan Rp55,8 triliun. Hanya dua tingkat di bawah Bill ”Microsoft” Gates. Hingga ada yang menyebut Mittal: Bill Gates-nya India. Praktis Mittal menjadi orang paling kaya di Inggris, negara yang pernah menjajah ibu pertiwinya, India. ”Lakshmi Mittal mumukul telak negara-negara Barat.” Tulis majalah TIME dalam sebuah laporannya.
Kekayaan Mittal bukan lantaran memanfaatkan koneksi dalam pengertian negatif (nepotisme), atau warisan orangtua, tapi karena kerja keras tak mengenal lelah. Volume produksi Mittal Steel, perusahaan baja milik Mittal, mencapai 63 juta ton setahun. Artinya Mittal mengambil 20 persen dari total pasokan kebutuhan baja dunia. Menempatkan Mittal Steel pada peringkat teratas produsen baja terbesar sedunia.
Mittal menjejakkan kakinya di Surabaya untuk pertama kali pada 1976, saat berusia 26 tahun. Bersama istri dan putra pertamanya yang belum genap berumur setahun. Sebagai sarjana bisnis dan akuntansi dari kampus ternama di Kolkata, St. Xavier’s College, Mittal bisa saja melamar pekerjaan kantoran, mendirikan jasa keuangan, atau meniti karir sebagai profesional bidang akuntansi di sebuah perusahaan mapan. Tapi semua itu tidak ia pilih.
Mittal memilih membuka usaha pengolahan baja di Waru, pinggiran selatan Surabaya, yang sudah masuk wilayah Kabupaten Sidoarjo. Perusahaan pertamanya itu ia beri nama PT Ispat Indo. Kondisi awal lokasi Ispat Indo amat memprihatinkan. Kawasan itu belum dilewati angkutan umum. Jalanan ke sana sering tergenang air. Saking pelosoknya, orang menyebutnya sebagai ”tempat jin buang anak”.
Apa sebenarnya kunci keberhasilan Mittal? Dua hal yang paling menonjol adalah: pertama, kesetiaan pada satu bidang usaha: baja. Ia sangat paham tentang seluk beluk baja. Baik dari sisi teknis (pabrik) maupun dari segi hitung-hitungan ekonominya (industri).
”Saya tipe orang yang fokus pada bisnis besar,” kata Mittal dalam wawancara televisi pertamanya dengan New Delhi TV tahun 2004, ketika ditanya rencananya kembali berbisnis di India, apakah di bidang baja, atau di luar baja. Sebagai orang yang sangat fokus (”I’m very focused person”), dia memutuskan berkonsentrasi mengembangkan bisnis baja.
Kedua, menghormati karyawan. Nur Saidah, tergolong staf angkatan pertama yang direkrut Mittal pernah memberi kesaksian—seperti yang dilaporkan harian The Jakarta Post (3/4/2006)—”Lakshmi selalu memperlakukan saya dengan penuh respek, dia selalu memanggil saya dengan Mrs. Nur, tidak langsung menyebut nama.”
Bila sedang mengikuti pertemuan internasional bersama Mittal, Nur Saidah selalu diberi kehormatan duduk di samping Mittal. Bukan lantaran hanya seorang staf, maka disuruh duduk menjauh, atau kalaupun terdekat, ditaruh di belakang tempat duduk bos. Perlakuan Mittal dibalas oleh karyawannya dengan dedikasi dan loyalitas tinggi.
Dari pengakuan Nur Saidah tergambar pula apa kunci sukses Mittal merintis usaha pertamanya di Surabaya. ”Orang Jepang memiliki reputasi sebagai pekerja keras. Tapi dalam pengalaman saya, orang India bekerja lebih keras lagi,” kata Nur.
Mungkin tidak banyak orang Indonesia yang mengenal Lakshmi Mittal. Tetapi di kalangan pebisnis dunia, nama Mittal berarti harapan sekaligus ancaman. Dia menjadi harapan bagi sejumlah pemerintah yang gagal mengelola pabrik baja, namun juga memberi ancaman bagi pengusaha baja di Eropa, Jepang, dan di belahan negara lain karena kuatir dilibas ekspansi bisnis Mittal.
Secara lengkap buku ini mengisahkan tentang bagaimana Mittal berjuang keluar dari jurang kemiskinan hanya dengan berbekal tekad kuat, pendidikan, dan teknologi sekedarnya. Termasuk bagaimana ia pernah berulangkali mengalami kebangkrutan, tetapi kemudian melesat tajam menjadi orang Asia terkaya di dunia.
Post a Comment