Home » » Para Guru, Menulislah!

Para Guru, Menulislah!

Written By Agus M. Irkham on 13 Jan 2011 | 19:57



:: agus m. irkham

Widodo namanya. Guru SMP Negeri di wilayah Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Ia yang kebetulan menjadi salah satu murid di Klinik Baca Tulis asuhan saya itu, suatu waktu bertutur. Isi tuturan berkisah tentang adanya lomba pemilihan guru teladan tingkat SMP se-kapupaten Batang. Diharapkan paling kurang, tiap sekolah ada satu guru yang mewakili. Ia pun berniat ikut. Dan menjadi satu-satunya kandidat dari sekolah tempat ia mengajar. Namun, begitu mengetahui salah satu syarat seleksi adalah membuat esai/tulisan tentang pendidikan, ia pun merasa kecut. Lantas mundur teratur.

Meski sudah enambelas tahun mengajar, buat Widodo jarak antara otak ke saraf tangan tetap saja terasa jutaan kilometer. Menulis adalah pekerjaan super sulit. Secara hiperbolis, susahnya menulis ia ibaratkan: tengah duduk menghadap meja. Di atas meja ada kertas dan pena. Sebuah pistol mengarah persis ke kepalanya. Hanya ada dua pilihan buatnya, menulis atau di-dor. Maka dengan berat hati, tawaran terakhirlah yang ia pilih.

Tanpa bermaksud melakukan penyederhanaan kesimpulan—kebanyakan guru lumpuh menulis—kurang lebih, hal itu pula yang saya temui di Semarang akhir juni lalu. Saat itu saya berkesempatan menjadi pemateri pelatihan bertajuk: Pembelajaran Menulis yang Asyik, Menggairahkan Plus Menginspirasi. Dari sekitar 50 peserta yang semuanya adalah guru Bahasa Indonesia (SMA), yang tergolong rajin menulis kurang dari 10 persen! Dari jumlah itu, yang mengirimkan tulisannya ke media massa adalah 0 persen!

Apa gerangan penyebab kelumpuhan itu? Bukankah dalam keseharian mengajar, mereka sudah begitu rapat dengan aktivitas menulis. Meski dalam pengertian yang sempit. Seperti mencatat di papan tulis, menulis jurnal materi pelajaran, menulis presensi, mengoreksi tugas siswa, membuat silabus pelajaran-pembelajaran, dan sebagainya.

Simpulan awal saya, sebab guru lumpuh menulis adalah justru karena kelewat dekatnya mereka dengan aktivitas menulis itu (dalam pengertian sempit). Menulis dipahami sebagai sesuatu yang alamiah belaka. Sudah tradisi dalam pengertian yang negatif. Hingga dianggap sudah selesai. Menulis, ya menulis pelajaran. Titik. Dunia kata tidak dianggap sebagai pengetahuan. Sehingga pengkajian terhadap perkembangan yang menyertainya pun, macam spiritual reading, quantum writing, speed reading, dirasa tak perlu.

Beda salju dan es krim
Kondisi demikian kalau boleh saya serupakan, memasarkan budaya menulis (esai, artikel, resensi, cerpen, kolom, karya ilmiah, dan seterusnya) di tengah keriuhan kegiatan mencatat pelajaran di kalangan guru, bak pinang tak berbelah dengan menjual es krim di kutub utara. Es krim itu tidak laku, lantaran di kutub utara (sekolah), ruahan es (dingin salju) tak berbatas jumlahnya, dan dapat ditemukan di setiap waktu, dan tempat.

Padahal salju dan es krim adalah dua hal yang berbeda. Bahwa keduanya sama-sama dingin, iya. Tapi bagaimana proses keduanya mewujud, tentu sangat berbeda. Salju bersifat alamiah, tetap, mengikuti kaedah kausalitas natural, dan tidak disengaja. Sedangkan es krim bersifat sengaja, by design, pekat rekayasa. Kehadiran es krim, mensyaratkan kreatifitas dan inovasi. Dingin itu dimasak, dibumbui, disajikan secara menarik. Jadilah es tidak sekadar menawarkan dingin. Tapi juga memberikan pengalaman yang berbeda-beda di tiap lidah pencecapnya. Dingin menjadi bernilai, ada harganya. Orang pun rela merogoh saku untuk bisa mencicipinya.

Mestinya, keakraban guru dengan dinginnya salju dapat dijadikan modal awal, untuk kemudian dikembangkan menjadi dinginnya es krim. Bukan sebaliknya. Lalu, di mana kemampuan guru memproduksi es krim (tulisan arti luas) mesti ditempatkan?

Menggali Makna Baru

Sudah lama, kaum pendidik, golongan cerdik pandai merumuskan tujuan pembelajaran, tidak semata-mata agar manusia mampu bertahan hidup. Tapi juga mengembangkan kehidupan lebih bermakna. Serta turut memuliakan kehidupan.

Dengan demikian kemampuan menulis pada guru harus diarahkan pada, meminjam istilah Machado, keterampilan mengajar belajar. Kalau selama ini ada pameo: guru biasa, memberi tahu; guru baik, menjelaskan; guru pintar menunjukkan; maka harus ditambah satu lagi: guru luar biasa, mengilhami!

Ia (guru luar biasa yang prigel menulis) mampu menggerakkan siswanya untuk mencari dan menemukan beragam bahan pembelajaran. Melalui proses membaca dan menulis secara mandiri. Ia tindih dan berikan makna baru, tradisi menulis (menikmati dingin salju) yang sebelumnya sudah mbalung sungsum itu. Buat siswa, pelajaran mengarang menjadi sarana menemukan diri. Sebuah proses berdimensi kepemimpinan (leadership) dan kewirausahaan (entrepreneurship).

Apa sebab keterampilan menulis dapat ”mencetak” guru yang mengilhami? Ini tak lain tak bukan karena tabiat asli yang dimiliki oleh aktivitas menulis. Yaitu memberi kesempatan orang bereksperimen dengan bahasa, kata-kata dan kesukarannya. Memungkinkan perkembangan penalaran individu yang kritis, dan independen. Merupakan sarana menemukan sesuatu. Melejitkan ide baru, sarana ungkap diri, melatih kemampuan mengorganisasi dan menjernihkan berbagai konsep. Membantu menyerap dan memproses informasi, melatih berpikir aktif serta mengembangkan pemahaman dan kemampuan menggunakan bahasa. Mudahnya menulis akan ”memaksa” seseorang untuk melakukan aktivitas membaca, menyimak, dan berbicara. Itu artinya buat guru, menulis adalah sarana pembelajaran seutuh usia.

Saya yakin, kebutuhan siswa 10-20 tahun yang akan datang akan berbeda dengan kebutuhan siswa sekarang. Jika para guru tidak mau belajar dengan menambah pengetahuan, terbuka terhadap perkembangan terkini inovasi pembelajaran, menciptakan teknologi pembelajaran baru—semuanya dapat direngkuh melalui aktivitas menulis—maka kredibilitasnya akan jatuh di hadapan siswa. Tentu itu kabar buruk buat dunia pendidikan.

ilustrasi : taufik79.wordpress.com
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger