Home » » Saat Puasa, Saatnya Membaca

Saat Puasa, Saatnya Membaca

Written By Agus M. Irkham on 21 Aug 2009 | 21:02



:agus m. irkham

Saat berpuasa adalah saatnya kita membaca. Tidak hanya teks: alqur’an dan buku bergagrak agama Islam, tapi juga membaca konteks, ayat Allah yang tersirat. Membaca pertalian sebab (realita) yang membuat sesuatu berlangsung (fakta). Inilah yang sejatinya disebut membaca (iqra). Pembacaan yang demikian akan menjauhkan si pembaca dari terbitnya sak wasangka terhadap kenyataan. Lantas, apa yang akan kita hasilkan dari upaya membaca/memaknai puasa ramadhan?

Taruhlah 60 persen dari penduduk propinsi Jawa Tengah yang berjumlah kurang lebih 35 juta ini adalah muslim yang tekena kewajiban puasa. Berarti ada 21 juta piring nasi makan siang yang bisa dihemat. Andai untuk setiap 10 piring, taruhlah memerlukan beras 1 kg, maka dalam satu siang di bulan ramadhan, paling tidak ada 2.100 ton beras yang bisa dihemat. Atau 63.000 ton beras di sepenuh ramadhan.

Deskripsi di atas, memahamkan kita betapa ibadah puasa tidak saja bersifat personal, tapi memiliki dampak sosial-ekonomi ikutan bersifat komunal (regional, nasional-negara), bahkan mondial. Itu sebab Muhammad Zuhri—penulis buku Mencari Nama Allah yang Keseratus (2007), yang oleh Dr. Peter G. Riddel, doktor studi Islam dari Australian National University disebut sebagai pembaharu pemikiran sufistik Islam di zaman posmodern yang langka—menamai mereka yang berpuasa sebagai manusia (hamba) yang berkesadaran global. Mereka yang berpuasa, disadari atau tidak telah menjadi manusia globalis. Mengambil inisiatif untuk menjadi bagian dari solusi atas masalah besar dunia: keterbatasan sumber daya. Dengan demikian, hasil pertama atas pembacaan puasa ramadhan adalah: ritus yang berdimensi transformatif.

Hasil kedua, proses pemaknaan puasa ramadhan adalah membentuk karakter limpah (aburdance character). Kita menerima bumi dengan segenap fasilitasnya secara limpah, gratis. Dan pada saat berpuasa, lantas berbuka kita akan menemukan betapa fasilitas gratis yang diberikan Allah itu sangat bernilai tinggi. Seteguk air putih bisa menghilangkan dahaga dan rasa lapar seharian. Dari situ timbul pemahaman arti penting materi. Melalui puasa, kita ”dididik” untuk menjadi hamba yang berkarakter limpah. Citra luaran yang nampak dari sosok yang berkarakter limpah adalah menebalnya rasa syukur, sekaligus kesanggupan untuk tidak saja bersimpati, tapi juga berempati.

Dan jangan lupa, saat berpuasa berpuasa adalah saat berdialog dengan materi (kenikmatan), berupa sikap menunda. Nanti, nanti, nanti, demikian kata orang yang berpuasa ketika kenikmatan menghampiri. Berpuasa adalah kesanggupan untuk menunda kenikmatan. Puasa mendisplinkan kita untuk berlaku sabar dengan kenikmatan meskipun terang-terang itu sudah menjadi hak kita. Karena ketergesaan dan konsumsi berlebihan justru akan menghilangkan nikmat dan mendatangkan petaka. Pada titik ini puasa berperan sebagai bidan dalam proses kelahiran pribadi-pribadi yang memiliki kesadaran ekologis.
Hasil pembacaan yang ketiga, berpuasa membantu kita lolos, bebas dari tawanan ”keter-di sini-an” (dimensi ruang, dunia) dan ”keter-kini-an” (waktu, umur biologis). Selama puasa kita berdoa. Tidak hanya doa meminta rizki, kenikmatan materi, fasilitas, ataupun kenyamanan. Tapi doa berisi meminta ridho, ampunan, dan surga. Doa yang melampaui ruang dan waktu. Nir ruang dan waktu. Puasa membuat kita meruang dan mewaktu. Berpandangan ke depan. Tidak terjebak pada pragmatisme yang rutin, melelahkan, dan seringkali tribal. Maka tali yang paling tepat untuk mengikat seluruh proses transformasi kebaikan yang dilakukan di dunia adalah: ibadah!

Keempat, dalam dimensi sosial, puasa adalah titik temu dari dua kutub persetegangan. Yaitu antara kenyang (si kaya) dan lapar (si miskin). Buat orang kaya, menjadi tahu bagaimana rasanya lapar. Lapar mereka pun hanya sejak imsak hingga maghrib. Dan hanya satu bulan. Sedangkan buat si miskin, bisa jadi lapar sepanjang hari, dan sepenuh tahun. Bahkan mungkin saja seutuh umur.

Dalam kondisi begitu, diharapkan muncul empati. Bagaimana bentuk empati si miskin? Puasanya orang kaya akan mengikis pelan rasa iri dan dengki. Karena ketika si kaya ini berpuasa, sesungguhnya ia tengah berada dalam kondisi belajar mengasah kepekaan hati. Puasa menjadi metodologi proses made in Allah untuk mengerti, memahami, dan berempati kepada si miskin.

Produk dari si kaya yang berpuasa, adalah dianggapnya si miskin sebagai ayat Allah yang disapakan kepadanya. Tidak ada lagi jalan berpaling, kecuali hanya satu, jalan kepedulian: menyantuni, menyayangi, dan tidak menganggap si miskin sebagai liyan (others)

Sesuatu yang suci pasti memunyai daya sedot (magnet) luar biasa. Contoh sederhana, bayi. Selalu saja hati kita dibuat luluh oleh tatapan bayi. Bahkan bayi binatang buas sekalipun, akan nampak di hadapan kita sebagai hewan yang lucu, dan menggemaskan. Lainnya Masjidil Haram. Sepanjang tahun didatangi jutaan umat muslim. Mengapa demikian? Karena keduanya suci, maka “efek hisap” dan meluluhkan menjadi sesuatu muncul secara pasti. Hal yang sama juga berlaku pada ramadhan.

Ketika ramadhan tiba, mendadak semua sepertinya tidak mau ketinggalan untuk menyambutnya dengan bersikap saleh dan laras. ”Tiba-tiba kita menemukan aura spiritual yang begitu kental dalam keluarga, lingkungan kerja, dan masyarakat. Televisi serta radio pun berlomba menyajikan acara keagamaan semenarik mungkin,” terang Komaruddin Hidayat penulis buku Psikologi Kematian.

Ramadhan menjadi ruang jeda atas berbagai aktivitas di luar ramadhan, yang boleh jadi lebih sering lupa dan isengnya kepada Allah ketimbang ingat dan seriusnya. Di dalam bulan ramadhan kita diingatkan kembali bahwa jika kita ingin mejadi pribadi yang aman dan menyenangkan bagi semua makhluk, menjadi sosok yang didekati, diakrabi sekaligus dicintai—tidak saja di tengah keluarga tapi juga di tempat kerja, lingkungan rumah, di jalan—kita harus berproses untuk menjadi suci. Inilah hasil kelima, pemaknaan puasa ramadhan.

Semoga di bulan (puasa) ramadhan ini, Allah memampukan kita untuk terus melakukan pembacaan-pembacaan. Sehingga kita dapat menakar, sudah sampai mana karir kemanusiaan kita berjalan.♦
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger