Home » » Buka Kalbu dengan Buku

Buka Kalbu dengan Buku

Written By Agus M. Irkham on 20 Jan 2009 | 20:21

: agus m. irkham

Tubuh perlu santapan, berupa bahan makanan penuh vitamin dan gizi. Otak pun perlu asupan suplemen, berwujud ilmu dan pengetahuan. Hati juga butuh nutrisi. Berupa petuah, nasihat, empati, dan kutbah-kutbah yang menggugah. Petitih yang mampu menjadi cambuk agar semangat hidup berkobar kembali, terbebas dari belenggu sepi, kosong, dan perangkap rasa keterasingan.

Nutrisi buat hati atawa kalbu sekarang ini tidak harus bersumber dari seorang guru, suhu, rahib, pendeta, romo, bedande, ustadz atau kyai, yang mensyaratkan pertemuan fisik/tatap muka dan mengandaikan kepemilikan otoritas pengetahuan tertentu. Tapi juga dapat berasal dari buku. Buku tidak saja ditahbis sebagai hasil olah pikir atau produk intelektual tapi juga hasil olah kalbu, pengalaman batin penulisnya. Buku menjadi sarana membuka kalbu. Tempat ibadah mereka tidak lagi di masjid, gereja, pura atau vihara, tapi toko buku.

Sekarang ini para pencari kebenaran, dan ketenangan hidup lebih memilih buku (substansi) ketimbang guru (ikon) sebagai mentor karir kesadaran kemanusiaan mereka. Beberapa sebab diantaranya pertama, buku memberikan ruang dialog bersifat kesejajaran. Para pendarasnya tidak perlu menyimpan rasa rikuh apalagi takut, jika tidak sependapat dengan apa yang dinubuahkan penulisnya. Dan bukankah untuk sampai pada level kebenaran yang lebih tinggi, kehadiran dialog menjadi sesuatu yang mesti.

Kedua, buku memungkinkan tiap orang menjadi guru/penyeru—meskipun ia tidak bertujuan demikian—saat ia memutuskan diri untuk merekam pengalaman batinnya ke dalam bentuk buku. Tidak soal, jika ternyata si penulis tidak tergolong sebagai kelas masyarakat yang memunyai otoritas mengeluarkan fatwa. Justru karena si penulis adalah orang awam, para pembaca memunyai kepercayaan diri bahwa ia dapat mencapai suasana batin persis seperti yang telah dicapai penulisnya.

Petuah itu dipersepsi secara positif dan dianggap sebagai tawaran jalan hidup yang realistis. Bahkan tak jarang kutbah orang-orang awam tersebut dibaca dengan penuh hikmat dan keharuan. Anjuran-anjurannya diikuti dengan penuh kekhusyukan, dan tidak jarang lebih banyak mengetarkan hati dan mempengaruhi alam bawah sadar pembacanya ketimbang anjuran para pemilik otoritas kebenaran.

Tidak selalu buku spiritual
Buku yang mampu menggugah kalbu, tidak selamanya buku bergagrak agama atau bertema religiositas, tapi meliputi juga buku sastra, humaniora, biografi/memoar, psikologi, politik, dan budaya. Karena memang tujuan membaca bukan untuk meningkatkan kesalehan individual berwujud pelaksanaan ritus ibadah. Tapi untuk melejitkan kesadaran sosial dan tanggung jawab terhadap kehidupan. Memiliki makna kontemplatif sekaligus transformatif. Mengasah sensitifitas terhadap masalah-masalah kemanusian, yang sebelumnya bebal, tidak peduli. Menganggap semua yang terlihat kasat mata dianggap berlangsung secara alamiah—kausalitas natural. Bukan hasil dari perkelahian kepentingan di belakangnya—kausalitas struktural.

Kali ini akan saya ajukan dua judul buku yang masuk kategori mampu membuka kalbu pembacanya. Ini hanya contoh saja, tentu berbilang judul buku lainnya masih dapat ditambahkan. Pertama, yang paling sering dibicarakan orang satu tahun terakhir, yaitu novel Laskar Pelangi. Novel biografis rekaan Andrea Hirata itu membuka pintu kesadaran banyak pembacanya.

Satu misal Nico, seorang mahasiswa pecandu narkoba asal Bandung. Seusai mengkhatamkan novel setebal 534 halaman itu, ditingkahi deraian air mata keharuan, Nico berjanji pada dirinya sendiri untuk berhenti memakai narkoba, sekaligus bertekad menyelesaikan kuliahnya yang hampir drop out. Ia malu dengan Lintang, salah satu anggota laskar pelangi, yang terpaksa berhenti sekolah karena ia harus bekerja, karena ayahnya meninggal, padahal ia sulung, dan adik-adiknya masih kecil.

Di belakang Nico ada banyak orang yang mengaku turut pula terinspirasi oleh Laskar Pelangi. Mulai dari guru, karyawan, ibu rumah tangga, pelajar, dokter gigi, hingga pelaku bisnis kaki berkaki (MLM).

Buku yang kedua, ini contoh paling klasik, yaitu buku berjudul Chicken Soup for the Soul. Buku anggitan Jack Canfield, mantan guru SMA kelahiran Chicago tahun 1944 itu berisi tuturan kisah orang-orang awam yang telah berhasil mengatasi masalah hidup. Dari mulai karir, pertemanan, performa olahraga, hubungan antar anggota keluarga, prestasi di sekolah, hingga masa depan pernikahan. Kumpulan kisah inspiratif itu berhasil menjadi pisau bedah bagi jutaan orang yang hatinya tengah tertutup. Didera rasa putus asa, kekuatiran, keterasingan, kekecewaan, dan beragam perasaan tidak enak lainnya. Ditekuni tidak saja oleh para orang tua dan dewasa, tapi juga ditaklik oleh pembaca usia anak dan remaja.

Buku yang pernah diasong penulisnya ke lebih dari 30 penerbit itu—karena mengalami penolakan terus menerus—kini telah diterjemahkan ke dalam 54 bahasa, terjual lebih dari 100 juta eksemplar, paling kurang telah terbit 144 seri, dinobatkan sebagai buku yang pantas menjadi warisan, dan menempati peringkat 12 (dari 50) sebagai produk yang mengubah dunia.

Pemerian di atas, meneguhkan simpulan banyak orang, barangkali itulah yang disebut dengan spiritualitas buku. Buku tidak lagi ditempatkan sebagai air minum untuk menghilangkan dahaga ilmu dan pengetahuan, tapi juga air yang mampu membersihkan kalbu yang tengah berdebu.►

Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger