Home » » Yang Terlupa dari Ode Kampung III

Yang Terlupa dari Ode Kampung III

Written By Agus M. Irkham on 27 Feb 2009 | 00:05

: agus m. Irkham


Pada 5-7 Desember lalu, untuk kali ketiga Rumah Dunia, Serang-Banten menggelar Ode Kampung: Temu Komunitas Literasi se-Nusantara. Berbeda dengan dua tahun sebelumnya, Ode Kampung kali ini menjadikan literasi sebagai pokok isu gunjingan. Berpuluh komunitas literasi terlibat dalam acara tersebut. Beberapa di antaranya Warabal (Bogor), Tatas Tuhu Trasna (Lombok), Forum Pinilih (Solo), Jala Pustaka (Pekalongan), Pondok Maos Guyub (Kendal), Histeria ( Semarang ), Teras Puitika (Banjar Baru), Biblio (Jogjakarta), Cahaya Lentera (Bandung), dan WaTas Media (Banjarmasin)

Beragam diskusi berlangsung maraton, yang semuanya mengerucut pada satu hal, yaitu tuntutan terhadap berbagai pihak agar memberikan dukungan nyata pada gerakan literasi lokal. Tidak saja dari pihak pemerintah, tapi juga dari penerbit, penulis, pers/media massa, perguruan tinggi, serta korporasi.

Acara dipungkasi dengan dialog antar eksponen literasi yang kemudian melahirkan sembilan butir kesepakatan-rekomendasi untuk diajukan ke DPR, DPRD, Presiden, Kepala Daerah, dan publik luas—stakeholders literasi.

Sembilan konsensus
Kesembilan butir kesepakatan-rekomendasi itu adalah (1) mendesak pemerintah pusat agar segera menyusun regulasi yang lebih teknis terkait dengan UU No 43/2007 tentang Perpustakaan; (2) mewajibkan pemerintah daerah membangun perpustakaan yang representatif, mengoptimalkan pelayanan, dan menyediakan staf perpustakaan yang profesional; (3) perpustakaan daerah hendaknya menjalin kemitraan dengan perpustakaan komunitas; (4) lembaga pendidikan dan lembaga pemerintahan yang memiliki perpustakaan wajib memberikan pelayanan bagi masyarakat luas; (5) mewajibkan pengembang komplek perumahan dan pengelola pusat perbelanjaan membangun perpustakaan sebagai bagian dari fasilitas umum; (6) mewajibkan penerbit menyumbangkan buku-buku kepada perpustakaan komunitas dan mengadakan peluncuran buku terbaru serta pelatihan menulis bersama para penulis; (7) mendorong masyarakat umum untuk mendirikan perpustakaan komunitas di setiap desa/kelurahan; (8) mewajibkan perusahaan memasukan program penguatan perpustakaan komunitas menjadi bagian dari aksi tanggungjawab sosial perusahaan-CSR; (9) menumbuhkan kebiasaan membaca dengan menyediakan bahan bacaan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, dunia kerja, instansi pemerintah, tempat ibadah, dan fasilitas umum lainnya.

Kesembilan konsensus-rekomendasi itu oleh para peserta Ode Kampung III disandarkan pada pemahaman final tentang pentingnya melek literasi. Yaitu sebagai hak kunci untuk mendapatkan hak berekonomi, bersosialisasi, berpolitik dan berkontribusi pada proses pembangunan. Dalam masyarakat berbasis pengetahuan, ia memberikan piranti, pengetahuan dan kepercayaan diri untuk meningkatkan kualitas hidup. Untuk lebih dapat memberikan kemungkinan berpartispasi dalam aktivitas bermasyarakat dan membuat pilihan-pilihan informasi yang akan dikonsumsi.

Gelaran temu aktivitis komunitas literasi se-Indonesia sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 2006. Melalui acara World Book Day yang diprakarsai Forum Indonesia Membaca! Hanya saja berbeda dengan Ode Kampung III, WBD lebih ditujukan sebagai bentuk perayaan literasi, bukan diarahkan pada pemunculan kemufakatan mengenai satu subjek tertentu.

Dengan demikian, dalam konteks perkembangan gerakan (komunitas) literasi di Indonesia, apa yang dihasilkan di Ode Kampung III adalah sebuah langkah yang menggenapi. Apalagi mengumpulkan para aktivis literasi yang sebaran lokasi habitatnya demikian luas, serta mendorong mereka untuk menghasilkan suatu konsensus bukanlah perkara mudah. Terlebih tiap komunitas literasi memunyai bentuk, program, metode, lingkup, dan saluran aksi yang berbeda-beda.

Macan kertas
Menekuni satu persatu isi rekomendasi di atas, paling kurang ada satu catatan kaki yang harus saya bubuhkan—agar kesembilan agenda itu tidak terhenti sebagai macan kertas, menjadi tawaran wacana yang kurang berfaedah, dan bernilai guna sosial rendah.

Konsensus tersebut mestinya disertai pula dengan penjelasan langkah-langkah teknis dan strategis seperti apa yang harus dilakukan komunitas literasi untuk mendesakkan agenda mereka pada pemegang kuasa pengetahuan, politik, birokrasi, informasi, dan ekonomi.

Semacam juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis). Menyangkut pula jenis, dan model pendekatan ketika berinteraksi dengan pihak-pihak yang (harusnya) berkepentingan terhadap keberaksaraan. Lewat pintu mana saja teman-teman komunitas literasi lokal dengan kesembilan rekomendasi itu harus masuk? Apakah melalui cara-cara bersifat kultural (personal) atau struktural (komunal/kelembagaan)? Dengan gaya seniman atau preman?

Karena berdasarkan pengalaman di lapangan, setiap uluran kerjasama program keberaksaraan yang diajukan oleh komunitas literasi lokal seringkali ditanggapi secara defensif dan sikap tak hirau. Belum-belum sudah langsung disalah sangkai sebagai modus mencari proyek dan menghimpun keuntungan ekonomi semata. Termasuk mendapati ucapan klise:

“Program yang Anda tawarkan bagus, ingin sekali kami menerapkan program itu. Namun apa daya, karena keterbatasan sumber daya dan dana, kami tidak bisa. Kami tidak punya anggaran!”

Lantas, dari mana lingkup teknis dan strategi pengusungan agenda itu dapat digali? Ya tentu saja dari sesama eksponen komunitas literasi lokal. Dari puluhan komunitas yang hadir di Ode Kampung III, saya yakin banyak di antara mereka yang memunyai kisah sukses ketika berinteraksi dengan shareholders literasi. Meskipun yang punya pengalaman gagal juga tidak sedikit.

Success story itu dihimpun, didokumentasikan, dianalisis, dipetakan sekaligus dibuat polanya. Sehingga dapat dijadikan rujukan bagi komunitas literasi lainnya yang selama ini kerap mengalami kementokkan. Tapi tentu saja dengan tetap memerhatikan keunikan kondisi sosial yang dimiliki tiap-tiap daerah. Ini yang agaknya luput dari perhatian peserta Ode Kampung III.

Semoga tulisan ini dapat menutupi apa yang bolong di Ode Kampung III.►
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger