Home » » Berhentilah Mencela Perpustakaan!

Berhentilah Mencela Perpustakaan!

Written By Agus M. Irkham on 30 Apr 2009 | 06:12



: agus m. irkham

Entah di mana suasana batin seorang yang begitu bersemangat menceritakan temuannya tentang perpustakaan yang buruk. Seolah-olah hanya ia saja yang tahu. Lalu tidak kuasa menanggung tahu itu. Hingga ia merasa seisi dunia harus segera diberitahu. Ia anggap temuan itu adalah liyan (lain). Ia tidak perlu merasa bersalah, membiarkan keburukan itu terjadi.

Tapi anehnya hal yang sama kok tidak terjadi, ketika menemukan perpustakaan yang baik. Misalnya perpustakaan Kabupaten Wonosobo dengan konsep one stop information, membuatnya diganjar sebagai perpustakaan daerah (kabupaten dan kota) terbaik pertama (nomor tiga tingkat nasional) di Jawa Tengah. Meski terbilang perpustakaan ndeso, layanan buka sampai jam 9 malam. Tiap hari tak kurang 500 pengunjung datang, baik sekadar membaca atau hanya meminjam. Perpustakaan yang para stafnya berkemampuan menjadi fasilitator rumah-rumah belajar di beberapa kecamatan.

Lainnya, perpustakaan Kota Magelang, yang melengkapi varian layanannya dengan klinik baca tulis, turut menelorkan beberapa penulis yang tulisannya sudah mulai menghiasi beberapa media, baik regional (Jateng – DIY) maupun nasional.

Perpustakaan yang hanya memiliki 25 staf, itu pun mayoritas ibu-ibu,—pada awal September 2007 lalu nekat menyelenggarakan acara pameran perbukuan dan perayaan komunitas literasi selama lima hari. Dan sukses! Termasuk menggelar acara jumpa penulis di panggung baca perpustakaan.

Sayang, orang-orang yang mengaku dekat dengan dunia kata, pustaka, perbukuan, justru lebih suka bernada sumbang,mencela, ketimbang menyumbang tenaga dan pikiran agar perpustakaan yang ideal dalam gambaran mereka dapat terwujud.

Saya justru kuatir, mereka kerap gaduh soal perpustakaan, lantas menganggap kegaduhan itu sebagai bentuk kerja nyata—verbalism. Sudah saatnya seluruh masyarakat, terutama teman-teman penggerak perbukuan, aktivis literasi, kerani pustaka, berhenti bernyaman-nyaman di menara gading. Hanya berkomentar saja. Jangan hanya lincah menghentakkan jari di atas keyboard dan betah mematut diri di depan layar komputer. Turunlah. Sapa dan dengarkanlah kesulitan mereka, para pustakawan yang membutuhkan teman sekaligus advokasi dari luar.

Saya yakin dalam lumpur perpustakaan yang dinilai buruk itu ada satu dua mutiara. Yang jika digosok akan mengkilat, memesona. Adalah tugas para eksponen komunitas perbukuan untuk menemukan dan menggosok mutiara-mutiara itu.

Soal mutiara dalam lumpur perpustakaan (daerah), ada satu kenyataan menarik. Saat itu saya ke perpustakaan kabupaten Magelang (berada Jl. Dr. Sutomo, Muntilan). Kenyataan yang memaksa saya berulang kali melihat kaki saya, apakah masih menjejak bumi, lantaran disergap rasa tak percaya. Hari itu, saya mendapati salah satu petugasnya ”marah-marah” pada pengunjung.

Selidik-punya selidik, kemarahan itu berawal dari salah satu pengunjung yang meminta tolong pada petugas untuk mencarikan buku. Lantas petugas langsung mencarikan dan dapat. Dengan enteng, si pengunjung berterima kasih, sambil meminta maaf. Seolah-olah meminta tolong pada staf perpustakaan itu dianggap sebagai bentuk kesalahan. Nah, anggapan itu yang rupa-rupanya membuat si petugas “marah”.

”Anda salah, Anda tidak perlu minta maaf, saya digaji memang untuk melayani masyarakat, pengunjung, anggota perpustakaan, termasuk Anda. Saya tersinggung dengan permintaan maaf Anda.” Demikian kira-kira ucapan si petugas kepada pengunjung.

Jadilah jembatan yang menghubungkan antara masyarakat pembaca, perpustakaan dan penerbit. Misalnya dengan program-program kreatif yang dirancang berjalan secara reguler: ketemu penulis, peluncuran buku, pelatihan menulis buku, pelatihan meresensi buku, bedah buku, dan sebagainya.
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger