Home » » Penerbit Gang, Rejeki Gedongan

Penerbit Gang, Rejeki Gedongan

Written By Agus M. Irkham on 26 May 2009 | 19:28




: agus m. irkham

Judul Buku
Saya Bermimpi Menulis Buku

Penulis
Bambang Trim

Penerbit
KOLBU, Bandung

Tahun Terbit
Juni, 2005

Tebal Buku 134 + xviii


Bakat itu takhayul,” terang Kak WeEs—pendongeng, dan pendiri Lembaga Rumah Dongeng Indonesia, menjawab pertanyaan saya soal kemampuan menulis dan mendongeng yang ia miliki. “Bakat itu muncul belakangan, setelah orang melihat hasilnya,” tambah pemilik nama lengkap Wachidus Surury Ibn Say itu, ketika Saya silaturahmi ke kontrakannya di Dukuh Tawangsari, Bantul, Yogyakarta sekitar September 2002, hampir tiga tahun lalu.

Soal bakat ini pula, menjadi salah satu yang ingin dibagi Bambang Trim. Seorang penulis lebih dari 40 judul Buku. “Terus terang saya percaya dengan pendapat bahwa kemampuan menulis itu bukan lahir karena bakat, tetapi karena diciptakan.,” tulis Bambang di lembar ke-18. Lanjutnya: “ Tidak ada orang yang dilahirkan sebagai penulis. Yang benar ia tercipta sebagai penulis karena ia diberi peluang dan stimulus untuk belajar, berlatih, dan berkembang.” Bambang Trim, pria kelahiran Tebing Tinggi Deli, Sumatra Utara, 33 tahun lalu ini, memulai karier di dunia perbukuan sebagai copyeditor sejak 1995. Kini ia menjabat sebagai Direktur MQS Publishing, dan juga aktif memberikan training seputar penyuntingan naskah dan penerbitan buku. Sampai sekarang Bambang Trim masih tercatat sebagai dosen luar biasa untuk mata kuliah praktik penyuntingan di Program Studi D3 Editing, Unpad.

Buku yang sengaja ditulis dengan gaya personal (sudut pandang orang pertama—
aku) ini, terasa lebih mempunyai empati dan merangkul pembacanya, dibandingkan dengan buku sebelumnya: Menggagas Buku, Langkah Efektif dan Praktis Menuliskan Gagasan Anda ke Dalam Buku (2002)—yang ia terbitkan secara swakelola (self publisher). Buku terakhir disebut, ikut menjembatani perkenalan (secara personal) saya dengannya. Sekaligus ‘mengompori’ saya untuk menjadi penerbit swakelola alias penerbit gang. Pernah, saya dan teman-teman di Semarang, mempersiapkan training menulis buku, dan Bambang Trim menjadi trainernya. Sayang, harus kami batalkan, karena jumlah peserta jauh di bawah quota minimal. Terakhir, Ia memberikan kata pengantar salah satu buku yang pernah saya tulis.

Kalau merunut judul buku: Saya Bermimpi Menulis Buku, mestinya hanya berisi seputar bagaimana menulis buku: soal melejitkan ide, merancang visual buku, menentukan gaya selingkung penulisan, serta penyuntingan naskah. Tapi rupanya, oleh Bambang, buku ini juga ingin sekali ditempatkan sebagai edisi sekuel Menggagas Buku. Bentuk empati buat mereka yang telah menulis buku (buah provokasi Menggagas Buku), namun terus mengalami penolakan penerbit. “Naskah ditolak, kita bertindak. Ya, tidak perlu menyewa sang dukun untuk meminta pelet agar naskah Anda diterima oleh penerbit…Jika tidak berjodoh tak perlu berkecil hati karena kita sendiri mampu untuk menerbitkannya.” Ungkap Bambang berkarikata.(Hlm. 108)

Mengapa diterbitkan sendiri? (1)tidak semua penerbit mempunyai felling kedahsyatan sebuah naskah. Naskah yang sebenarnya laku, bisa saja ditolak mentah-mentah. Menerbitkan sendiri bisa menjadi proyek pecah telor. Begitu berhasil menerbitkan satu buku, galibnya diikuti dengan semangat ‘45 untuk menulis buku berikutnya. (2)penulis dapat memastikan isi buku dan kemasan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Tidak kuatir kalau naskahnya akan diedit secara sembarangan oleh editor penebit. (3)keuntung-an finansial berupa tingkat pengembalian modal (rate of investment) relatif tinggi.

Dengan menerbitkan sendiri, penulis akan mendapatkan lebih banyak (setidaknya 40% dari harga jual menjadi hak penulis), ketimbang yang penulis dapat dari penerbit (royalty: 8-10%). Soal teknis cetak, tidak perlu dirisaukan, perkembangan industri percetakan, teknologi cetak dan desain grafis memungkinkan Anda meng-order setting isi dan desain cover dengan sistem by project pada percetakan. Dengan kontrol sepenuhnya tetap pada Anda. Jumlah oplag cetakan pun dapat disesuaikan dengan tebal dompet yang Anda miliki. Apalagi ada beberapa percetakan yang mau dibayar dua hingga tiga bulan setelah cetakan jadi.

Bagaimana dengan distribusi/pemasarannya? Anda bisa menghubungi sendiri toko buku besar maupun toko buku kecil dan bernegosiasi langsung dengan mereka. Karena tren toko buku saat ini adalah optimalisasi tempat display, mereka tidak terlalu ribet soal kriteria buku yang layak pajang. Buku apapun, dari penerbit dengan status ‘sayup-sayup’ tak terdengar pun akan tetap diterima. Yang agak ribet biasanya pas negosiasi soal rabat/diskon. Besaran diskon, sangat tergantung dengan posisi tawar Anda (kualitas buku dan nama penerbit). Ada juga penerbit swakelola yang memasarkan bukunya dengan mengadakan launching dan diskusi buku di mana-mana. Butuh biaya besar memang, tapi perolehan yang didapat pun luar biasa! Contoh terdekat, adalah Dewi ‘Dee’ Lestari dengan Supernova-nya. Penerbit gang, rejeki (penerbit) gedongan.

Pada era 2000-an penerbitan swakelola mulai ditekuni oleh segelintir orang di Indonesia. Di Jogya, dimotori oleh sekelompok mahasiswa berdiri beragam self publisher : penerbit gang, penerbit alternatif, ada juga yang menyebut penerbit indie. Namun, beberapa rontok karena gagal dalam distribusi dan penjualan. Lebih banyak dinikmati kalangan terbatas, para sahabat, tetangga, atau kawan dekat. Itu pun setelah dibagikan dengan gratis. Sisanya, bisa ditebak, lebih banyak berdesak di gudang—kutukan buku indie.

Mantera apa yang dapat kita rapal supaya terhindar dari kutukan tersebut? Bambang memberikan rumusan kunci sukses menjadi penerbit buku, yang ia sebut sebagai 4C. Yaitu Content (isi): mampu menampilkan gagasan isi buku yang benar-benar dibutuhkan, dan menarik bagi pembaca yang akan disasar; Creativity (kreativitas) harus memotivasi munculnya kreativitas para penggiat buku, seperti penulis, editor, layouter. Ilustrator, dan desainer; Cover (Kemasan, yang menurut saya lebih tepat disebut Context), harus melakukan riset dan pengembangan guna menghasilkan kemasan buku yang menarik, readable, tepat sasaran, dan mengikuti tren; Community (Komunitas), harus lincah membangun relasi dengan komunitas baca-tulis dan perbukuan, sebagai captive market dunia aksara. 4C membantu kita, terbebas dari keterpaksaan membaca tumpukan buku yang sama, yang ditulis sendiri pula.♦
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

Friday, June 05, 2009 6:32:00 pm

Begitu sukarkah menghasilkan buku, sama ada buku fiksyen, buku ilmiah atau buku bukan fiksyen? Buku individu yang hendak menjadi penulis tetapi ramai yang tidak berjaya, apatah lagi sebagai penulis yang dapat memberikan sumbangan yang bermakna di dalam dunia penulisan. Malah bukan menjadi rahsia lagi, ada yang masih lagi bermain dengan angan-angan. Mengapa anda hendak menadi penulis buku? Menulis buku dapat dilakukan sepenuh masa sebagai profesional dan dapat juga sebagai kerjaya sampingan.

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger