Home » » Titipan Terakhir Cak Nur

Titipan Terakhir Cak Nur

Written By Agus M. Irkham on 2 Jun 2009 | 08:03



: agus m. Irkham

—catatan menjelang khaul kematian Nurcholish Masdjid yang keempat—

Rasa-rasanya baru kemarin, saya membubuhkan tanda tangan di atas kertas bermaterai, bukti dukungan terhadap Cak Nur mengikuti konvensi capres Partai Golkar. Rasa-rasanya baru kemarin Saya berteriak: Yes!! Ketika Cak Nur mengundurkan diri dari konvensi capres Partai Golkar lantaran dikenai keharusan menyerahkan “gizi.”

Rasa-rasanya baru kamarin, saya bersemangat mengontak teman-teman jurnalis, saat Cak Nur dan tokoh-tokoh kunci lainnya yang tergabung dalam Gerakan Jalan Lurus (Ahmad Syafii Ma’arif, Shalahudin Wahid, Sulastomo, Hery Tjan Silalahi, dan Djisman Sumanjuntak) hendak datang ke Semarang. Rasa-rasanya baru kemarin, saya bergiat tiap malam, (bersama satu teman) mentranskrip risalah lesan Cak Nur bertajuk “Membangun Indonesia Kembali.”

Rasa-rasanya baru kemarin Saya membantu Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia (PMKI) menyiapkan materi press release dan me-listing time schedule untuk acara Bedah Platform Cak Nur di Unissula. Rasa-rasanya baru kemarin saya menerima “Indonesia Kita” buku terakhir Cak Nur, yang dengan senang hati ia mau membubuhkan guratan tanda-tangannya di buku tersebut.

Rasa-rasanya baru kemarin, saya menjadi saksi, betapa Cak Nur dengan senyum penuh keakraban dan persahabatan menyapa simbok-simbok penjual sayur-sayuran di Pasar Johar, Semarang. Rasa-rasanya baru kemarin, Saya menghubungi salah satu radio swasta terkemuka di Semarang guna menghadirkan Cak Nur dalam program: Indonesian Outlook 2004 Bersama Nurcholish Masdjid.

Ah, kalimat “rasa-rasanya baru kemarin” itu, nyatanya justru hanya semakin menambah hati ini kian masghul saja. Cak….kini engkau telah memenuhi panggilan Allah SWT. Jasad mu telah tiada, tapi tidak untuk pemikiran, semangat melingkupi, dan gairah pencarian mu. Bukankah engkau pernah mengatakan: kematian adalah saat kemanusiaan kita diwisuda?!

Saat mendengar kabar Cak Nur meninggal dunia (Ahad 28/8/2005 pukul 14.05 WIB) Saya langsung teringat dengan transkrip ucapan lesan Cak Nur yang pernah saya kerjakan sekitar april 2003. Transkrip itu, sejauh yang saya tahu belum pernah dipublikasikan. Berisi sumbangan pemikiran Cak Nur tentang bagaimana kita mengentaskan bangsa ini dari keterbelakangan. Saat itu (April 2003) ada tidak kurang 700 orang yang turut mendengarkan paparan Cak Nur. Dan ternyata kurang dari 2,5 tahun kemudian, paparan itu berubah menjadi titipan/amanah. Berikut adalah (sebagian) transkrip ucapan lesan Cak Nur yang merupakan titipan (terakhir) Cak Nur buat kita.

Titipan Terakhir Cak Nur
“…Kita memang memerlukan penanaman kembali komitmen kita kepada cita-cita kebangsaan, kenegaraan yang dengan jelas disebutkan dalam mukadimah UUD 1945. Semua undang-undang yang pernah dipunyai republik ini (menjelaskan) bahwa tujuan kita bernegara adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Kalau kita ukur dengan matrik ini mau tidak mau (harus diakui) kita gagal.

Karena kita adalah salah satu dari empat bangsa yang tidak adil di muka bumi. Yaitu pertama Brasilia, Afrika Selatan, dan Nigeria Tidak adil dalam arti redistribution of nation wealth (pembagian kekayaan nasional). Tidak adil dalam arti sentralisme yang sangat berat, yaitu di Jakarta.

Semuanya bersumber dari cara-cara pengumpulan kekayaan pribadi dan kelompok yang tidak benar. Tidak memperhatikan prinsip hukum dan kemudian kita ketemu dengan ungkapan sehari-hari yaitu KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Setiap hari kita dengar dan setiap menit kita menemukan bahan baru mengenai KKN. Seluruh persoalan bangsa ini termasuk keamanan telah terjadi korupsi. Tidak aman itu karena korupsi. Oleh karena itu harus ada recommitment kembali, tidak ada yang mustahil asalkan ada tekad. Salah satu tekad itu adalah bagaimana kita mengakhiri mata rantai suasana batin yang memberikan keluasaan praktek-praktek KKN yang merupakan warisan dari masa lampau.

Sekarang ini korupsi jauh lebih hebat ketimbang jamannya Pak Harto. Di jamannya Pak Harto, korupsi itu structured sekali, veryhight structured, karena ada contohnya. Dan ada yang memimpin korupsi. Sekarang yang memimpin korupsi tidak ada, maka jadi sangat horizontal tidak vertikal. Saya dengar dari seorang pengusaha katanya sekarang ini semakin sulit untuk menyogok pejabat, karena tidak ada efeknya. Kalau mau efektif seluruh pejabat harus disogok, dan (untuk) itu asset yang ada di perusahaan habis. Karena itu para pengusaha katanya makin berkurang untuk menyogok.

Komitmen itu tentu saja dikembalikan lagi kepada komitmen dasar yaitu menyadari kembali definisi kebangsaan kita. Kebangsaan kita itu tidak didasari kepada diversifikasi rasial dan kultural, karena kultur banyak sekali, walaupun ada titik temu dari semua kultural itu, apalagi tidak merupakan hasil identifikasi etnis dan juga keagamaan. Yang disebut bangsa itu bukan karena kesatuan etnis, kesatuan rasial, kesatuan kultural, tetapi ialah suatu kesatuan tekad, kesatuan komitmen dari semua orang yang menyatakan diri sebagai anggota bangsa.

Sehingga setiap bangsa mungkin sekali sangat bervariasi dalam berbahasa namun sangat kukuh, Contoh adalah Swis. Bangsa Swis adalah bangsa yang tidak didasarkan atas kesamaan bahasa ataupun agama ataupun ras, karena dari segi ras mereka terdiri dari ras Jerman, ras Perancis, ras Italia, dan ras Romano. Dan bahasa-bahasa mereka semua diakui. Ini adalah bangsa yang paling kompak di muka bumi. Kekompakan itu terjadi karena da komitmen. Ini yang sekarang kita rasakan mengendor di bangsa kita.

Indikasinya ialah bahwa yang setiap hari kita ucapkan sering tidak bisa menunda kepentingan pribadi, untuk mengutamakan kepentingan bangsa, munculnya egoisme politik. Karena itu diperlukan suatu tindakan yang pernah saya sebut sebagai padanan moral bagi revolusi (morals equivalence of revolution). Artinya secara moral sepadan dengan revolusi bahkan sepadan dengan perang (morals equivalence of war).

Karena besarnya persoalan yang kita hadapi, kita kadang-kadang kehilangan sasaran tentang besarnya persoalan, kita tidak pernah membandingkan bangsa ini dengan bangsa lain. Misalnya dari segi kewilayahan Sabang-Merauke itu sama dengan London-Teheran. Meliputi seluruh Eropa plus Timur Dekat. Atau sama dengan bentangan di Seattle atau Vouncouver di Kanada sampai Miami. Tetapi tidak seperti Amerika yang continental landmark, kita terdiri dari ribuan pulau. LIPI biasanya mengatakan 13000 pulau. Angkatan laut mengatakan 17000 pulau. Karena bagi angkatan laut, Atol yang timbul tenggelam itu pun dihitung sebagai pulau, dianggap sebagai titik-titik pertahanan.Sekarang angkatan laut menemukan kembali tidak 17000 tapi lebih banyak lagi. Jadi kita ini adalah bangsa yang paling sulit di muka bumi.

Di antara sebab keterbelakangan kita adalah karena kita tidak menyadari keadaan ini kemudian tidak di-handle dengan serius. Misalnya akibat situasi geografis seperti itu maka terjadinya kesenjangan perkembangan (development of gap). Dari satu daerah ke daerah lain. Kita sangat ketinggalan dalam skala peradaban umat manusia, inilah bangsa kita dan ini merupakan beban yang berat sekali. Sebetulnya ada suatu cara untuk melompat mengatasi kesenjangan yang luar biasa ini. Yaitu pendidikan, pendidikan harus diutamakan. Kalau misalnya (ingin) saudara-saudara kita di tengah irian Jaya, orang di Lembah Balim sama dengan dengan orang-orang di Semarang, Surabaya dan sebagainya, satu-satu jalan hanya dengan pendidikan. Sebab pendidikan adalah anak tangga mobilitas vertikal yang terbuka kepada siapa saja, gerak ke atas itu difasilitasi oleh pendidikan.

Kritik banyak orang pada Pak Harto ketika memulai pembangunan Indonesia itu adalah terlalu banyak tertumpu pada pangan, sandang, dan papan. Yang sebenarnya kritik itu tidak pada tempatnya, kalau memang waktu itu benar-benar urgent. Bangsa kita memang kelaparan betul. Tetapi orang Korea Selatan mengambil posisi lain. Kalau kita waktu itu kira-kira (mengatakan) biarlah kenyang biarpun bodoh, Korea Selatan tidak, biarlah lapar asal pandai. Mereka mendahulukan pendidikan.

Sujatmoko waktu itu mengkritik Korea Selatan katanya dengan begitu akan menciptakan pengangguran-pengangguran terdidik dan akan bikin ribut. Ternyata Sujatmoko benar, Korea Selatan pernah mengalami fase sangat ribut. Tetapi Sujatmoko almarhum luput dari antisipasi bahwa pada suatu saat keributan ini akan mengalami suatu frustasi ketika orang bertanya: Kenapa ribut begini? Apa sih yang bisa kita perbuat untuk bangsa ini? Karena pendidikannya yang cukup tinggi dari bangsa Korea, maka pertanyaan itu kemudian melahirkan gerakan besar bekerja sendiri, menjadi produktif sekali. Sekarang kita ditinggalkan berpuluh-puluh kali lipat dari Korea Selatan.

Untuk mengentaskan bangsa ini dari keterbelakangan, syaratnya ialah mungkin sekarang ini (kita) harus sampai pada suatu kesimpulan yang berani, beraninya harus kita beri garis bawah, bahwa soal sandang, pangan untuk sementara kita anggap cukup. Sekarang ini mari kita berlapar-lapar tetapi mengejar ilmu pengetahuan. Kita menunda kesenangan, kita berpuasa. Ini adalah falsafah puasa. Terutama kita umat Islam, diajari oleh Nabi kita, berpuasa itu nikmat sekali. Karena kesempatan menikmati makanan pada maghrib itu didahului oleh jerih payah selama satu hari itu yang namanya jer basuki mawa beyo. No pain no gain, wallalakhiratu lakal khoirul minal ulla, lebih baik mandi keringat pada waktu latihan daripada mandi darah pada pertempuran. Lebih baik kalah dalam pertempuran dari pada nanti kalah dalam peperangan. Jangan kayak Amerika di Vietnam kelihatan menang terus karena keunggulan senjata tapi perang secara keseluruhan kalah. Amerika harus meninggalkan Vietnam dengan cara tidak terhormat. Kalau dalam perspektif Paus itu namanya kekalahan kemanusiaan. Jangan dikira kekelahan Amerika atau siapa, tetapi kekalahan kemanusiaan.

Nah, ini, etos ini harus kita tantang pada bangsa kita, tapi karena 40 tahun kita ini berada dalam sistem totaliter-otoriter kita tidak berani ambil inisiatif dari bawah. Kita secara tidak sadar tumbuh menjadi bangsa yang mencandongkan tangannya ke atas karena semua prosesnya adalah topdown. Ini adalah sumber persoalan. Demokrasi itu sesuatu dari bawah. Deng Xioping adalah tokoh Cina yang membuat reformasi Cina sekarang ini sukses. Kenapa? Karena dia tahu bangsa Cina itu mindset-nya adalah bangsa yang selalu diperintah oleh kasiar. Kaisar terakhir adalah Mao Tse Tung, terserah ideologinya. Maka Deng Xioping yang sangat terpelajar itu menyiapkan bangsa Cina dengan mendidik bagaimana mengambil inisiatif.

Dibebaskan pada keluarga-keluarga Cina untuk menanami lahan-lahan kosong dengan apa saja dan nantinya kalau sudah berbuah silakan dimakan sendiri boleh, dibawa ke pasar boleh, bagi kita itu hal biasa, tapi bagi telinga komunis itu adalah pelanggaran prinsipil pada ajaran bahwa dalam komunisme tidak ada pertanian pribadi tetapi collective farm (pertanian kolektif). Oleh karena itu Deng Xioping mengalam kesulitan, tapi Deng Xioping berhasil. Bangsa Cina adalah bangsa yang reformasinya begitu besar berjalan luar biasa sukses. Rusia hancur karena tidak sempat mengalami itu. Maka jalan lurus adalah contoh kita mulai dari bawah, ibda’ bi nafsi, kita mulai dari diri kita masing-masing.”♦
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger