Home » » Dari Kover Turun ke Hati

Dari Kover Turun ke Hati

Written By Agus M. Irkham on 28 Jan 2011 | 23:27



: agus m. irkham

Ibarat orang, maka kover buku adalah wajah. Meskipun ada yang mengingatkan: don’t judge by the look! Tetap saja, wajah adalah masukan penting pertama yang sering dijadikan seseorang ketika menilai pihak lain. Itu sebab, untuk sementara orang, mengurusi wajah sama pentingnya, bahkan lebih penting ketimbang diri si pemilik wajah.

Di dunia perbukuan juga berlaku demikian. Isi memang penting, tapi itu tidak cukup. Ada satu lagi yang tidak boleh tercecer, yaitu kover depan. Karena kover menjadi jembatan penghubung antara calon pembaca (baca: pembeli) dengan isi buku. Bagaimana mungkin orang mau membaca isi, jika menyentuh kovernya saja enggan.

Sekarang ini, perkembangan disein kover buku berbunyi demikian nyaring. Seiring dengan nyaringnya capaian kemajuan di ranah teknologi publikasi. Meskipun begitu, teknologi, secanggih apapun, ia hanya sekadar alat. Bukan faktor penentu. Karena berdasarkan temuan saya, ternyata nama penulis (kompentensi, kredibilitas, keterkenalan, wilayah sosial) masih menjadi salah satu pertimbangan terpenting ketika menentukan model disein. Dalam konteks tulisan ini adalah menyangkut soal ukuran huruf dan pilihan warna yang digunakan untuk menulis nama penulis, dan judul buku. Termasuk pilihan ilustrasi yang digunakan.

Dengan mendasarkan pada ukuran-ukuran itu, saya mendapatkan tiga kategori kover. Pertama kover buku penulis pemula. Disebut pemula ukurannya bisa disandarkan pada jumlah buku yang sudah diterbitkan, atau derajat ke”artisan”nya. Nah, karena pemula, tentu ia harus tahu diri kalau namanya ditulis dengan ukuran huruf lebih kecil ketimbang judul buku.

Bahkan guna mendongkrak kualitas buku, penerbit berasa perlu meminta tokoh terkenal untuk memberi kata pengantar. Dan hasil akhirnya pun dapat ditebak. Nama penulis kata pengantar terpampang dengan ukuran huruf yang lebih besar, lengkap dengan pilihan warna yang mencolok ketimbang nama penulisnya sendiri.

Jika Anda tergolong penulis pemula dan diperlakukan demikian, Anda tak perlu tersinggung, uring-uringan apalagi pakai acara ngambek segala. Ambil saja segi positifnya. Berbesar hatilah. Anggap perlakukan demikian sebagai tantangan untuk terus meningkatkan kualitas karya. Justru ketika buku terbit, sedang nama Anda dalam kancah dunia kepenulisan/perbukuan terdengar saja tidak, berarti kualitas tulisan Anda memang bagus. Pun ketika ada orang yang membeli buku Anda, dapat dipastikan ia membeli bukan karena nama tapi karya (isi).

Kedua, kover buku penulis mapan. Simpul-simpul penanda kategori penulis mapan, beberapa diantaranya, jumlah buku yang diterbitkan sudah bertumpuk-tumpuk, sebagian besar bestseller, sudah melakukan spesialisasi, ketika menelurkan buku lebih sering diminta penerbit ketimbang melamar penerbit, dan memunyai pembaca yang loyal. Sehingga apapun yang ia tulis, akan selalu dibeli. Tanpa reserve. Buku-buku terbarunya senantiasa dinanti.

Nama penulis mapan, di kover buku akan ditorehkan dengan ukuran huruf yang lebih besar ketimbang judul. Sehingga buat pembaca yang benar-benar awam dapat membingungkan.

Kondisi demikian buat penulis, terutama penerbit tentu sangat menggembirakan. Dapat memacu produktivitas karya. Tak perlu kuatir buku tak laku. Penulis dapat berkonsentrasi pada isi, sedang penerbit kualitas cetakan. Namun, kegembiraan itu bukannya tanpa cela. Karena kebanyakan pembaca adalah beli nama bukan isi, menjadi konsumen irrational, kekuatiran saya sikap itu buat penulis akan melahirkan perilaku aji mumpung, abai kualitas. Sedang buat pembaca, memproduksi gaya hidup snobisme. Beli buku Nurcholish Madjid agar disebut cendekia, memborong buku Emha agar disangka berbudaya, menumpuk buku Habiburrahman agar dinilai beriman.

Ketiga, kover buku penulis kategori seleb, yang tidak saja mapan tapi juga telah menjadi ikon. Tidak saja dikenal sebagai writer, tapi juga trainer, speaker dan er er lainnya. Kisah hidupnya diangkat di koran, majalah dan televisi. Jika pada penulis mapan, konsumennya tergolong irrational (membeli nama), maka pada penulis seleb, konsumennya sangat irrational. Penulisnya sekalian ”dibeli”.

Dan agaknya itu dipahami oleh penerbit. Terbukti, kover buku penulis seleb tidak lagi bermain-main di besar kecilnya ukuran huruf, tapi langsung menampilkan foto penulis sebagai ilustrasi kover depan.♦
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger