Home » » Buku Berbalas Buku*)

Buku Berbalas Buku*)

Written By Agus M. Irkham on 8 Feb 2011 | 23:44



:: agus m. irkham
Sudah jamak buku yang memproduksi perdebatan lantas dibalas dengan menerbitkan buku pula. Hingga ada fenomena buku berbalas buku. Namun sangat jarang perdebatan itu melahirkan buku tandingan yang intensitasnya menyamai novel Da Vinci Code anggitan Dan Brown, seorang penulis Amerika. Da Vinci Code diterbitkan pada 2003 oleh Doubleday Fiction.

Karya fiksi yang versi Indonesinya diterbitkan Serambi pada tahun 2004 itu,
merupakan salah satu buku terlaris di dunia. Berdasarkan catatan saya, sampai dengan Agustus 2005 telah laku sebanyak 36 juta eksemplar dan telah diterjemahkan ke dalam 44 bahasa, serta menjadi salah satu subjek studi kebudayaan (cultural studies).

"Semua deskripsi karya seni, arsitektur, dokumen, dan ritus rahasia dalam novel ini adalah akurat," tulis Dan Brown membuka sapa. Penegasan yang semakin membuat banyak pihak gemetar, skeptis, sekaligus tak kuasa menunggu untuk segera membantahnya. Dan Brown disebut sebagai antikristus.

Maka lahirlah beragam buku yang dimaksudkan sebagai revisi, bahkan tulis ulang atas apa yang sudah ditulis Dan Brown dalam Da Vinci Code. Anehnya bantahan itu tidak dalam bentuk novel, melainkan buku serius alias non fiksi: Mematahkan Teori-teori Spekulatif dalam The Da Vinci Code (Bhuana Ilmu Populer, 2005). Buku ini merupakan terjemahan Cracking Da Vinci's Code, karya James Garlow dan Peter Jones (Colorado Springs: Victor, 2004). Fakta dan Fiksi dalam The Da Vinci Code, Da Vinci Code Decoded: Menguak Kisah Di Balik Fiksi Da Vinci Code (Martin Lunn), Menjawab The Da Vinci Code, dan Pengakuan Maria Magdalena (Lie Chung Yen, Kanisius, 2005).

Tren buku berbalas buku itu paling tidak menerbitkan tiga pemaknaan.
Pertama, Tidak ada kebenaran tunggal atas satu atau banyak situs sejarah. Tak ada pihak manapun yang memiliki otoritas kebenaran. Buku berbalas buku sekaligus bentuk optimisme terhadap pencarian kebenaran sejarah. Wujud nyata dari perjuangan melawan lupa. Karena kepemilikan tunggal atas klaim kebenaran sejarah sering kali memproduksi keberaturan yang meniadakan partisipasi dan kemerdekaan. Semua hendak didisiplinkan. Tidak hanya baju yang harus seragam, tapi juga isi kepala. Buku berbalas buku adalah ruang (bagi) publik untuk menyatakan kebebasannya berpendapat. Entah dalam bentuk gunjingan, perdebatan, atau sekadar nggeremeng. Ia menjadi ukuran pada tingkat mana sebenarnya kemerdekaan individu itu diakui.

Kedua, buku memungkinkan terjadinya perdebatan yang produktif. Perdebatan yang dilakukan tidak dengan semangat menyakiti. Sebaliknya, saling mengingatkan dan melengkapi. Ada keinsyafan betapa cara pandang terhadap satu persoalan itu begitu beragam. Wujud persaudaraan sebagai sesama makhluk Tuhan yang secara given telah diberi bekal untuk mengaktualisasikan potensi kebenaran yang dimiliki tiap diri.

Ada yang mengatakan apa yang terjadi di bumi ini tidak ada satu dan sesuatu pun yang baru—karena jelujur kisah kehidupan sering kali berulang—sampai dengan seseorang bisa bersyukur atas apa-apa yang sudah diperoleh. Maka pada sudut ini, buku berbalas buku sebenarnya adalah bagian dari ungkapan rasa syukur itu.

Melalui menulis buku balasan, membuat seseorang berjarak dengan apa yang sedang ia sebut sebagai masalah. Keberjarakan itu diperlukan agar ia terhindar dari situasi kalis, bisa lebih jernih dan merdeka ketika melihat sesuatu. Itu sebab, isi buku balasan bukannya cemooh, syak wasangka, dan ejekan-ejekan nyinyir yang ditonjokkan pada penulisnya, tapi pemikirannya. Isi bukunya.

Buku berbalas membuktikan kepada khalayak pembaca bahwa ternyata tema buku tidak akan pernah habis. Meskipun ada kesan semua tema dari a sampai z sudah pernah ditulis. Tapi ternyata ada saja, sela-sela tema, bagian atau sudut pandang tulisan yang belum dimasuki, yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh penulis lain.

Ketiga, dari sisi strategi pemasaran buku, buku berbalas buku adalah modus paling mudah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Karena pasar sudah terbentuk sejak mula. Perdebatan yang muncul, dapat dibaca sebagai potensi pasar yang masih terbuka lebar. Pada kasus Da Vinci Code, penerbit Bhuana Ilmu Populer yang merupakan kelompok Kompas Gramedia, serta Kanisius posisinya sebagai pembonceng gratis. Mereka tak perlu lagi bermain keberuntungan. Pada segi ini buku berbalas buku akan melahirkan istilah: penulis kejar tayang dan penerbit kejar setoran.

*) judul esai ini diberikan oleh Anita Ba'daturohman, salah satu peserta pelatihan menulis artikel dan buku ONLINE yang tengah saya asuh.
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

Friday, December 16, 2011 8:22:00 pm

good.

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger