Home » » Menggenapi Nama Allah yang Keseratus

Menggenapi Nama Allah yang Keseratus

Written By Agus M. Irkham on 9 Feb 2011 | 16:21



:: agus m. rkham

Judul Buku : Mencari Nama Allah yang Keseratus
Penulis : Muhammad Zuhri
Penerbit : Serambi Jakarta
Cetakan : Pertama, Juli 2007
Tebal : 215 halaman

Syarat pertama untuk menjadi muslim adalah mengucapkan kalimat syahadat. Momen meniadakan yang lain dan mengukuhkan yang satu, ialah Allah. Namun deklarasi itu belum final sampai dengan ia berhasil mengejawantahkan keyakinan ketuhanannya dengan perilaku keseharian. Hadir tidak sebagai anak struktur (akibat) tapi makhluk sejarah (sebab). Ia mampu memosisikan diri sebagai bukti keberadaan Tuhan. Bukti hadirnya kuasa kemanajerialan—Nya. Melalui sarana apa? Melalui 99 nama yang digunakan Tuhan untuk mencipta, memelihara, dan mengembangkan semesta sampai mencapai kebulatan yang nyaris sempurna. Dengan 99 nama Tuhan, ia menggarap diri, berupaya mengenapinya menjadi bilangan sempurna, 100.

Bila di dalam mencari nama Allah yang keseratus kita bersikap seperti mencari informasi keilmuan, atau menempuh cara-cara jalan kerahiban maka dapat dipastikan kita akan gagal memerolehnya. Karena sebenarnya nama yang kita cari itu bukanlah sebuah objek di luar diri kita, melainkan subjek pencari itu sendiri.

Lantas apa wujud aktualnya? Mengupayakan kesembuhan bagi yang sakit, membimbing yang jumud, menyantuni yang dhuafa, melindungi yang teraniaya, menjadi mata buat yang buta. Menjadi penerang buat yang gelap. Dengan begitu, kita telah dipakai Tuhan sebagai saksi bahwa Tuhan itu ada. Jika tidak, maka berdosalah kita. Sebab setiap orang yang sedang menderita sakit, lapar, atau teraniaya pasti berharap, berdoa, dan jika harapannya tidak terlaksana, bisa jadi dia pun bersyak wasangka:

”Tuhan ini ada apa tidak? Saya merintih, meminta, tapi Dia tidak mengutus siapapun dari hamba-hamba—Nya untuk menyelamatkan saya.” Saya sudah memohon kepada—Nya ribuan kali, tapi Dia tidak menjawab. Apakah doa-doa saya tidak didengar Tuhan ataukah memang Tuhan itu tidak ada?”. (hal. 30)

Alangkah malangnya kita, bukannya menjadi agen Allah untuk terbitnya matahari kesadaran menghamba, sebaliknya justru menjadi kontributor tumbuhnya sifat iblis (kesombongan) dan syetan (serakah) dalam diri manusia. Hingga tanpa sadar, kita termasuk ke dalam golongan yang diperingatkan Al-Quran. “Mereka memunyai hati yang tidak digunakan untuk mengerti. Mereka memunyai mata yang tidak digunakan untuk melihat. Mereka memunyai telinga yang tidak digunakan untuk mendengar. Seperti binatang-lah mereka, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

Golongan seperti itu oleh Pak Muh, penulis buku ini dikatakan: meskipun mereka masih dapat melangsungkan hidup secara fisikal, namun sebagai manusia sebenarnya mereka itu telah mati. Karena ruang yang dijelajahinya tinggal ruang yang bersifat fisikal. Sedang ruang gerak dan bertumbuhnya umat manusia adalah tanggung jawab.

Demikianlah peran diri kita diciptakan Tuhan di muka bumi ini, tidak lain untuk menyempurnakan struktur ciptaan—Nya yang kondisinya nyaris sempurna (diibaratkan angka 99), dan kita berkewajiban menyelesaikannya (menggenapinya menjadi 100). Kita mesti menerjunkan diri membantu mereka keluar dari penderitaan, turun ke bawah sebagaimana sifat air yang senantiasa turun ke bawah menyuburkan tanah dan menghidupi tanaman. Selebihnya , ia akan mengalir menuju ke samudra menciptakan sebuah keagungan.
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger