Home » » Habis Komunitas Terbitlah Buku

Habis Komunitas Terbitlah Buku

Written By Agus M. Irkham on 9 Feb 2011 | 17:06



:: agus m. irkham
—pernah tersurat di majalah girlyzone—

Jika sulit menerbitkan buku, bergabunglah ke dalam komunitas. Begitu nubuat sementara penulis senior untuk penulis mula. Tilikan yang mengandung sangka: mereka yang tergabung ke dalam komunitas berarti orang-orang yang tidak memunyai keberanian untuk berproses seorang diri. Termasuk menghadapi kegagalan dan penolakan dari media massa dan penerbit buku.

Benar begitu? Nanti dulu. Nujum itu itu benar jika komunitas yang dimasuki memang sudah jadi, punya nama. Sehingga oleh anggota yang baru masuk dapat dijadikan gerbong penarik. Memeroleh tambahan daya tawar. Nama besar komunitas menjadi semacam stempel kualitas tulisan.

Tapi akan lain ceritanya kalau komunitas yang dimasuki terbilang bayi, belum mapan. Tentu pamrih numpang nama menjadi tidak relevan. Lantaran posisi komunitas lebih kental sebagai wadah berproses, ketimbang tukang stempel. Menjadi semacam masterminds. Ajang saling ledek, memprovokasi, menyemangati, sekaligus belajar menulis. Isi (anggota) dan wadah (komunitas) tumbuh berbarengan. Jenis komunitas terakhir inilah yang biasanya lebih berpotensi memiliki anggota loyal. Dan lebih penting lagi, tidak menghasilkan penulis karbitan.

Termasuk ke dalam ragam komunitas terakhir disebut, beberapa di antaranya: Komunitas Bambu, Komunitas Pecinta Bunga Matahari, Komuntas Rumah Malka, serta Rumah Dunia. Dan yang menarik, berdasarkan hasil pendarasan saya atas lebih dari 20-an komunitas literasi di Indonesia, baik yang bersifat online maupun offline, termasuk empat komunitas tersebut di atas, rupa-rupanya mereka bermula pada satu titik yang sama: kegemaran terhadap (membaca) buku.

Modusnya kira-kira seperti ini: awalnya suka buku, ngumpul, berdiskusi, ngobrol soal buku, obrolan direkam, dicatat. Lantas diketik, diedit, dan dikemas dalam bentuk buku. Bahkan tidak berhenti di buku hasil transkripsi diskusi saja, tapi juga buku utuh. Buku yang memang sejak awal menulis diniatkan untuk diterbitkan. Jadilah dari buku ke komunitas ke buku lagi.

Komunitas ngobrol berkembang menjadi pusat aktivitas budaya. Membaca, berdiskusi, meneliti, menulis, dan menerbitkan buku. Komunitas Bambu (Jakarta) misalnya. Komunitas yang proses kelahirannya dibidani oleh Ihsan Abdul Salam, Donny Gahral Ahdian, dan JJ Rizal ini tergolong produktif menghasilkan buku. Berlarik judul di antaranya: Strategi Menjinakkan Diponegoro, Lembah Kekal, Seikat Kata yang Beku, Kisah Surat Dari Legian, Pura-Pura dalam Perahu, dan Paris di Kala Malam. Kerjasama menyangkut kelonggaran pembayaran biaya cetak, membuat gairah mereka menelurkan buku semakin meninggi.

Lainnya, adalah Komunitas Pencinta Bunga Matahari. Akrab disebut dengan nama Komunitas Buma. Komunitas pencinta puisi ini sebelumnya juga hanya sekadar ngumpul-ngumpul. Berdiskusi melalui mailing list, saling bertukar dan membaca puisi. Berbagi cerita proses kreatif, dan bersilang komentar atas satu dua judul buku kumpulan puisi. Ujungnya? Mereka meluncurkan buku kumpulan puisi: Antologi Bunga Matahari (avatar Press, 2007).

Oleh salah satu pendirinya, Gratiagusti Chananya Rompas, yang lebih karib disapa Anya Rompas, Buma dimaksudkan sebagai tempat bagi semua orang untuk secara bebas mengapresiasi puisi. Tidak terbatas hanya pada mereka yang mencipta, tapi juga yang sekadar penikmat.

”Buma membuat semua orang dapat berpuisi”, jawab Anya, ketika saya tanya tujuan ia menggagas komunitas itu. ”Sehingga tidak ada lagi olok-olokan, penulis puisi lebih banyak ketimbang pembacanya.” tambahnya. Di telinga saya, kalimat itu terdengar lain: ”Buku kumpulan puisi menjadi buku yang paling tidak laku.” Sayangnya, saya tidak melanjutkannya dengan bertanya: apakah Antologi Bunga Matahari laku di pasaran?

Dan berbicara tentang pertalian antara buku dan komunitas, “dosa besar hukumnya” jika tidak menyebut Forum Lingkar Pena. Dunia perbukuan Indonesia telah berhutang banyak pada komunitas yang disebut sastrawan gaek, Taufik Ismail sebagai “hadiah dari Tuhan untuk Indonesia” itu. FLP sejak kelahirannya hingga kini telah menelurkan ribuan judul buku. Baik sasta (fiksi), maupun non fiksi.

Faedah yang dapat kita kunyah dari fenomena—kalau boleh disebut demikian—buku-buku yang dilahirkan oleh komunitas literasi, pertama menulis buku sangat dekat dengan aktivitas membaca, berdialog, merenung, dan meneliti. Ia merupakan gabungan antara teks dan konteks. Buah dari mengakrabi kehidupan. Itu sebab, buku disebut sebagai anak rohani manusia. Bukan lawanannya: menulis buku adalah kerjaan orang yang kuper, penyendiri, dan fatalis.

Kedua, kecintaan terhadap buku tidak membuat pencintanya larut dalam tindakan konsumtif, berupa sekadar membeli untuk memperbanyak jumlah koleksi. Sebaliknya, justru merembetkan rasa iri. Berupa keinginan untuk menulis buku juga.

”Karena membaca buku bukan suatu kegiatan yang terpisah atau yang ditambahkan, melainkan berkait jalin dengan proses makna teks. Para pembaca adalah pencipta makna.” Demikian tulis Karlina Leksono dalam esainya, Membaca dan Menulis: Sebuah Pengalaman Eksistensial (1999).

Dengan begitu, buku yang terbit saat ini sejatinya adalah hasil pemaknaan atas buku yang terbit saat lalu. Simpulan itu sekaligus sangkalan terhadap adanya pendapat bahwa membaca buku itu tidak produktif.

Ketiga, bahwa proses kreatif menulis buku bersifat sangat personal, itu betul. Tapi jangan lupa, menulis buku membutuhkan nafas panjang. Dan nafas panjang itu berasal dari motivasi yang terus terjaga. Merujuk pada pengalaman tak berbilang penulis, motivasi paling sering datang dari orang-orang yang memunyai kesamaan minat dan tujuan—menjadi penulis. Di dalam komunitaslah ”kemewahan” itu dapat dicecap. Gratis lagi. Dalam pengertian yang terakhir itulah, kita dapat memahami fatwa: ketika Anda sulit menulis atau tidak berani menerbitkan (buku), bergabunglah ke dalam komunitas.♦
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger