Home » » Himpunan Peta Literasi Indonesia

Himpunan Peta Literasi Indonesia

Written By Agus M. Irkham on 22 Feb 2011 | 10:58



:: Lulu

Buku ini saya temukan terselip di tumpukan buku salah satu stand Islamic Book Fair awal Maret lalu. Bukunya tipis, tidak sampai 200 halaman, dengan warna sampul yang cukup mencolok—merah, biru, kuning. Judulnya cukup menantang, "Best Seller Sejak Cetakan Pertama". Saya jadi tergugah dan menariknya dari tumpukan buku. Terus terang, saya ingin tahu tentang seluk-beluk penerbit, mengingat pekerjaan saya sebagai penerjemah bersinggungan dengannya.

Saya buka halaman demi halaman. Buku ini terdiri atas tiga bagian, dengan setiap bagian menampung sejumlah artikel. Bagian pertama, “Dunia kecil yang begitu indah,” bercerita tentang penerbitan dari pengalaman pribadi penulis. Judul artikel terdepan sama dengan judul buku ini. Dalam artikel itu, penulis menyampaikan bagaimana beberapa penerbit tidak lagi membubuhkan “best seller” pada buku yang sukses terjual setelah dicetak sekian eksemplar. Namun, cap ini sudah ditambahkan sejak cetakan pertama sebuah buku, dan dianggap sebagai doa, yang terkabul atau tidak urusan nanti. Intinya, taktik best seller sejak cetakan pertama ini jangan dilihat sebagai bentuk kebohongan penerbit kepada pembaca. Hmm, artikel yang cukup menantang, walau cukup membuat saya mengernyitkan dahi.

Artikel-artikel berikutnya tidak sekonfrontatif artikel tadi. Malah, banyak yang membuat saya tersentuh. Penulis memaparkan dunia penerbit dari pengalaman pribadinya, mengenai posisi endorsement pada sebuah buku, mengenai buku yang dikemas dalam bentuk komik untuk menyikapi semakin sedikitnya waktu membaca orang-orang, mengenai buku skill writing yang banyak beredar sekarang, hingga tentang self-publisher yang didasari pengalaman pribadi penulis.

Bagian kedua, “Mata baru komunitas literasi,” berisi sejumlah artikel tentang komunitas atau sosok yang berhubungan erat dengan dunia buku. Seperti Mbah Dauzan Farook, penggiat perpustakaan keliling di daerah Kauman, Yogyakarta. Atau komunitas Klub Pencinta Perpustakaan SMAN 49 Jakarta yang mengubah citra perpustakaan sebagai tempat yang kuper dan terpencil menjadi ajang berkumpul dan mengasah diri, bahkan dalam perkembangannya diubah menjadi kegiatan ekstrakurikuler. Salah satu yang memikat saya adalah Kelompok Kartunis Kaliwungu (Kokkang), sekelompok kartunis dengan markas nomaden dan kadang menumpang di rumah salah satu anggota, namun mampu mengukir prestasi di tingkat internasional.

Bagian terakhir, “Bahaya bangsa tanpa minat baca.” Sesuai dengan judulnya, penulis menyampaikan opininya tentang generasi sekarang yang lebih akrab dengan televisi, tentang budaya membaca yang semestinya diperkenalkan sejak dini, dan yang menarik, tentang perpustakaan dan gaya hidup, terutama perpustakaan sekolah yang dikatakan penulis “hidup segan mati tak mau.”

Seperti salah satu tulisan di dalamnya, “Buku yang bukan buku,” tentang buku sebagai kumpulan artikel, buku ini sendiri punya ciri yang persis sama. Kelihatannya penulis hanya mengumpulkan beberapa artikel yang pernah ditulisnya untuk disatukan ke dalam buku ini. Namun, buat saya pribadi yang tidak terlalu paham dunia penerbitan, buku ini cukup asyik. Ibarat orang yang ingin belajar catur, saya langsung diberikan papan catur dan bidaknya, alih-alih buku teori tentang catur. Membaca apa yang dialami orang lain buat saya lebih menyenangkan daripada disuguhi teori berbab-bab mengenai dunia penerbitan. Mungkin tidak berlebihan jika buku ini disebut “tambang emas,” sebagaimana yang tercantum pada endorsement di sampul depan. Sebuah tambang emas yang terselip di antara tumpukan buku-buku.

*) Judul tulisan ini, diberikan oleh saya Agus M. Irkham
--Dikronik dari http://www.goodreads.com/book/show/3657306.Bestseller_Sejak_Cetakan_Pertama--
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger