Home » » Bom Buku dan Masadepan Budaya Baca

Bom Buku dan Masadepan Budaya Baca

Written By Agus M. Irkham on 2 Apr 2011 | 09:55



:: agus m. irkham

Buku, ungkap Mochtar Lubis, adalah senjata yang kukuh dan berdaya hebat untuk melakukan serangan maupun pertahanan terhadap perubahan sosial. Termasuk perubahan nilai-nilai manusia dan kemasyarakatan.

Tentu yang dimaksudkan penulis novel Harimau-Harimau dengan ungkapan “senjata berdaya hebat untuk melakukan serangan” itu bukan dalam bentuk bom buku yang dikirim ke aktivis Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, Bos Republik Cinta Management Ahmad Dhani, Ketua Pelaksana Harian Badan Nasional Narkotika Komjen Gories Mere dan Ketua Umum Pemuda Pancasila Yapto S Suryosoemarmo.

Kalau saya baca keseluruhan isi surat yang ditujukan ke Ulil—seperti yang dilansir laman detik.com—nampaknya si pembuat surat adalah seseorang yang sudah akrab dengan dunia kata (perbukuan). Terlihat mulai dari struktur surat, gaya bahasa yang dipakai, pilihan kata, hingga akurasi huruf. Termasuk prosedur (SOP) meminta kata pengantar. Pada bagian “Hal” tertulis: Permohonan memberikan kata pengantar buku dan interview—yang ditulis dengan huruf cetak tebal dan diberi garis bawah—menampakkan si pengirim berkemampuan menulis surat yang baik.

Ada keganjilan
Hanya saja yang agak ganjil—paling kurang saya belum bisa menemukan pertaliannya—adalah antara permintaan kepada Ulil untuk memberikan kata pengantar dengan judul buku Mereka harus dibunuh karena dosa-dosa mereka terhadap Islam dan kaum Muslimin itu. Masih berdasarkan isi surat pengirim bom buku, buku tersebut memuat deretan nama dan dosa-dosa tokoh Indonesia yang pantas dibunuh.

Tak jelas, apakah Ulil termasuk satu dari deretan nama tokoh berdosa tersebut. Tapi kalau membaca rekam jejak Ulil di masa lalu, lantaran salah satu artikel yang termuat harian Kompas, darahnya pernah dihalalkan untuk ditumpahkan (dibunuh). Bisa jadi Ulil termasuk salah satu dari deretan tokoh pendosa itu. Namun jika Ulil termasuk salah satu tokoh pendosa, kenapa dimintai kata pengantar? Kalau tidak termasuk, apa pasal buku dilengkapi dengan bom? Yang berarti Ulil pantas dibunuh.

Andai, si pengirim serius dengan niatannya untuk menerbitkan buku tersebut, tentu ia akan lebih memilih orang yang pro atau setuju dengan pendapatnya (isi buku) untuk memberikan kata pengantar. Karena sejauh yang saya tahu, lazimnya kata pengantar diberikan oleh tokoh yang sevisi dengan penulisnya. Atau dipastikan akan mengafirmasi bukan menegasi isi buku.

Nah selama ini publik mengenal sosok Ulil sebagai pribadi “usil”. Melalui komunitasnya Jaringan Islam Liberal ia getol menggelar diskusi dan menulis artikel dan buku yang isinya mendekonstruksi berbagai cara pemahaman umat terhadap definisi dan praksis beragama. Terutama Islam. Ingatan pendek banyak orang terhadap sosok Ulil yang demikian ini tentu akan mendatangkan simpulan. Ikhtisar bahwa Ulil (kemungkinan besar) menjadi salah satu dari deretan tokoh yang pantas dibunuh itu.

Pertanyaan, apakah si penulis tidak paham dengan jejak rekam Ulil, hingga begitu naif memintanya memberikan kata pengantar terhadap buku yang hampir pasti berseberangan dengan cara berfikir, pandangan hidup, dan paradigma beragama Ulil.

Dan naga-naganya, kalau memang buku ini benar-benar terbit, akan diterbitkan secara swakelola (selfpublishing) dengan model distribusi gerilya. Minimal tidak menggunakan jaringan toko buku besar. Mustahil toko buku dan distributor mapan akan menerima dan memasarkan buku yang saat membaca judulnya saja, orang sudah merinding. Walaupun kalau dilihat dari sisi potensi serapan pasar, sepertinya akan laris manis (bestseller). Bukan saja lantaran ada kasus bom buku, tapi karena judulnya yang provokatif dan menantang rasa penasaran publik untuk mengulik isinya.

Ahmad Dhani
Hal yang sama nampaknya juga berlaku pada bom buku yang dikirim ke pentolan grup band Dewa, Ahmad Dhani. Ia diminta memberikan kata pengantar buku berjudul Yahudi Militan. Paket bom buku untuk Dhani diledakkan tim Gegana Polda Metro Jaya.

Sampul bom buku berupa foto Dhani yang memakai jubah warna hitam sedangkan tangan kanannya yang memegangi tongkat terangkat ke atas. Menurut pengakuan mantan suami Maya Estianty itu surat pengantar bom buku itu sangat profesional. Berdasarkan isi surat, Dhani diminta memberikan sekapur sirih tentang ada tidaknya kaitan antara ia dengan gerakan zionis (Yahudi). Ganjil. Kata pengantar tapi berisi sanggahan.

Tentang siapa penulis dan pengirim paket bom buku itu, tentu lebih baik kita percayakan pada aparat kepolisian untuk menyigi. Justru kekuatiran saya atas rentetan kasus bom buku tersebut adalah jika membawa akibat kepada masa depan gerakan membaca di Indonesia, yang 2-3 tahun terakhir ini nampak memberikan pencapaian hasil yang signifikan. Jangan sampai hasil yang sudah dicapai dengan susah payah itu dilumerkan kembali dengan kasus bom buku.

Mudah-mudahan yang dulu masih alergi (menghindari) buku, kini tidak menjadi phoby (takut). Serta semoga saja tidak berakibat pula terhadap munculnya aksi sweeping aparat maupun warga terhadap buku bertema ”Islam Garis Keras”—seperti yang pernah terjadi pada 4-5 tahun lalu. Karena itu akan menjadi kabar buruk buat kampanye peningkatan minat membaca (buku) di tanah air.
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kumpulan artikel gratis - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger